My Cerpen Edisi 3

Edisi 3: Cuma Lewat, Tapi Nempel di Kepala

Tahun 2013

Hari-hari terakhir MOS akhirnya datang juga. Rasa capek udah mulai ngalahin rasa penasaran. Tapi tetap aja, ada satu hal yang bikin aku semangat datang pagi-pagi ke sekolah: kemungkinan ketemu dia. Afi.

MOS itu... campur aduk rasanya. Barang bawaan aneh, yel-yel nyaring, tugas yang gak selalu jelas, dan kalau telat ngumpulin—hukuman. Aku udah sempat kena sekali. Gagal bawa tugas tempelan mading yang katanya harus full warna. Disuruh nyanyi sendiri di lapangan depan. Malu? Ya. Kapok? Gak juga. Toh, kalau gak begitu, gak bakal ada cerita kan?

Hari itu, aku ke toilet pas istirahat. Sekolah masih belum selesai direnovasi. Lantainya belum dikeramik—masih semen abu-abu, dingin dan berdebu. Di sepanjang lorong kelas, cuma ada suara sandal jepit yang nyeret, dan kadang suara tertawa dari arah lapangan.

Waktu keluar dari toilet dan jalan balik ke tempat gugus, aku lihat dia.

Afi.

Dia datang dari arah berlawanan, jalannya pelan, map MOS masih di tangan. Sepertinya juga baru balik dari toilet. Bajunya masih sama—atribut MOS khas anak baru: dasi kertas, pita warna di lengan, papan nama dari karton. Tapi yang bikin aku nahan napas sebentar adalah ekspresinya. Tenang. Dan... masih dengan senyum yang khas itu.

Saat jarak kami makin dekat, aku mulai ngerasa canggung sendiri.
Oke, udah di depan mata nih. Sapa. Senyum. Gak usah malu.

Tapi ya... lagi-lagi, mulutku diam.
Aku cuma jalan pelan, nahan detak jantung yang entah kenapa tiba-tiba jadi aktif banget. Pandangan ke depan, tapi fokus ke dia. Pas banget mau berpapasan, Afi noleh sedikit—dan senyum kecil. Singkat. Sederhana. Tapi cukup buat bikin kepala ini penuh suara, “AAAAAAAAA.”

Aku? Balas senyum? Enggak.
Aku malah sok cool, sok kalem, padahal dalam hati udah kayak orang menang undian.

Setelah dia lewat, aku langsung noleh pelan ke belakang, ngelihat punggungnya menjauh.
Dan yang keluar dari mulutku cuma satu kata:
"Goblok."

Kesempatan udah di depan mata, tapi lewat begitu aja.
Mau nyapa gak berani, mau senyum malah beku.
Tapi jujur, momen itu... nempel banget.
Dan kayaknya, momen-momen canggung itu justru yang bikin masa SMA jadi lucu untuk dikenang.

Dia, Afi, kelihatan antusias banget selama MOS. Rajin, semangat, bahkan kadang ngobrol sama kakak OSIS kayak udah akrab. Sedangkan aku? Ya, begitulah. Sering ketinggalan info, sempat dihukum karena gak bawa tugas, dan lebih sering cari cara buat ngendap sebentar dari keramaian.

Tapi kalau bukan karena semua kekacauan itu, mungkin aku gak akan punya cerita ini.
Tentang lorong tanpa tegel, kaki yang berdebu, senyum yang singkat...
dan perasaan kecil yang makin susah diabaikan.

Bersambung edisi 4...

#cerpen  #kisahSMA #anakremaja #anakSMA

Komentar

Postingan Populer